Rabu, 21 Maret 2012

Ilmu Komunikasi




Resume  Presentasi Seminar Media
Judul : Selera Penonton Dalam Mempengaruhi Trend Film Layar Lebar di Indonesia.


Gamb : Deskripsi Aksi Tokoh 


     LATAR BELAKANG PENELITIAN

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang dikenal secara umum oleh masyarakat. Film adalah bentuk komunikasi massa elektronik yang berupa media audio visual yang merupakan penemuan teknologi baru yang muncul pada akhir abad sembilan belas. "Film ini berperan sebagai sarana yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum" (McQuail, 1987, p. 13). 

Menurut McQuail kehadiran film merupakan respon penemuan waktu luang di luar jam kerja dan jawaban terhadap kebutuhan menikmati waktu luang secara hemat dan sehat bagi seluruh anggota keluarga. Film sebagai media massa memiliki kelebihan antara lain dalam hal jangkauan, realisme, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat. "Film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan  (message) di baliknya" (Sobur, 2004, p. 127). Dikatakan juga bahwa film merupakan penyajian kembali potret kehidupan yang ada dalam masyarakat.


Fenomena yang diangkat dalam film berdasarkan kenyataan masyarakat di tempat film itu dibuat (Sobur, 2004). Jadi sebuah film merupakan bagian yang cukup penting dalam media massa untuk menyampaikan suatu pesan.
Produksi Film Indonesia mengalami pasangsurut dari tahun ke tahun. Sejak krisis ekonomi pada akhir tahun 1997 dan awal 1998, produksi film Indonesia mengalami penurunan. Namun sejak tahun 2002 industri film mulai kembali bergeliat. Jika dilihat dari data tersebut di bawah ini, mulai tahun 2002 jumlah produksi film naik menjadi 9 buah atau naik 5 buah dari tahun sebelumnya. Angka produksi tersebut terus naik hingga pada tahun 2005 dan 2006 menjadi 33 buah. Kemudian pada tahun 2007 dan 2008 masih mengalami kenaikan masing-masing 53 buah dan 75 buah (Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan, Depbudpar 2009).


Berbagai macam genre film pun bermunculan di tengah-tengah dunia perfilman di Indonesia. Hal itu menjadi sebuah hal yang positif, karena penonton pun mendapat kebebasan dalam menentukan film yang hendak mereka nikmati. Selain itu hal tersebut menjadi bukti bahwa sineas-sineas di Indonesia semakin kreatif dalam membuat sebuah film.
Namun dari berbagai macam genre yang bermunculan, hanya beberapa saja yang tetap dipertahankan oleh rumah produksi di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan perubahan trend yang terjadi di Indonesia. Jika dalam dunia pertelevisian rating menjadi sebuah acuan diterima dan tidak diterimanya sebuah acara, maka dalam film jumlah penontonlah yang menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah film.


Ironisnya, trend perubahan tersebut cenderung negatif. Yaitu dengan berlomba-lombanya rumah produksi memproduksi sebuah film dengan tema yang sama dengan film yang diproduksi oleh kompetitornya. Terlebih lagi trend film tersebut lebih kepada film dengan genre yang tidak mendidik dan mengandung unsur pornografi sehingga bisa merusak moral dan pikiran dari bangsa Indonesia terutama generasi muda.

Oleh karena itu, kami sebagai peneliti ingin mencari tahu bagaimana sebenarnya selera penonton dapat mempengaruhi trend film layar lebar di Indonesia, terutama kurun waktu 2007 hingga 2010 dimana produksi film lebih dari 50 pertahunnya.
  
  PERUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah Selera Penonton dalam Memengaruhi Trend Film Layar Lebar di Indonesia (Periode 2007-2010)?”

  TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana selera penonton dalam memengaruhi trend film layar lebar di Indonesia, yang dilihat berdasarkan jumlah penonton.
  
ISI PENELITIAN
Data Penonton 2007
No
Judul
Penonton
1
 1.400.000
2
1.300.000
3
 1.200.000
4
1.000.000
5
 900.000
6
 800.000
7
 650.000
8
600.000
9
550.000
10
550.000

Data Penonton 2008
No
Judul
Penonton
1
Laskar Pelangi
4.606.785
2
Ayat-ayat Cinta
3.581.947
    3
Tali Pocong Perawan
1.082.081
    4
XL : Extra Large
994.563
    5
The Tarix Jabrix
903.603
    6
Hantu Ambulance
862.193
    7
D.O (Drop Out)
781.093
    8
Otomatis Romantis
713.400
    9
Kutunggu Jandamu
700.000
   10
Cinlok
659.000

Data Penonton 2009
No
Judul
Penonton
   1
2.400.000
   2
1.742.242
   3
1.400.000
   4
1.371.131
   5
1.187.309
   6
1.060.058
   7
840.880
   8
793.277
   9
700.000
   10
611.572

Data Penonton 2010
No
Judul
Penonton
1
1.108.600
2
512.973
3
447.453
4
418.347
5
407.426
6
402.969
7
401.649
8
392.625
9
383.236
10
379.258


Data Penonton 2007-2010
No
Judul
Penonton
1
4.606.785
2
3.581.947
3
2.400.000
4
1.742.242
5
1.400.000
6
1.400.000
7
1.371.131
8
1.300.000
9
1.200.000
10
1.187.309


Analisis Data Penonton


  • Analisis Data Penonton 2007
Pada tahun 2007, 10 besar film yang mendapatkan penonton terbesar didominasi oleh film bergenre horror. Meskipun pada daftar yang ada Get Married dan Nagabonar Jadi 2 memuncaki daftar yang ada, namun tidak bisa dipungkiri lagi bahwa genre horror menguasai pasar film yang beredar pada tahun tersebut.


Hal tersebut dikarenakan film horror memiliki budget yang minim dibandingkan film bergenre action ataupun drama. Oleh karena itu, berbagai rumah produksi berlomba untuk membuat film bergenre tersebut. Dengan budget yang minim dan pendapatan yang lumayan, film horror sangat menjanjikan keuntungan yang besar.

Ironis sekali dengan film lain non-horror. Sebagai contoh, film “Kala” yang tahun itu juga beredar, mempunyai budget sebesar 8 milyar ternyata hanya meraih penonton sebanyak 70rb dengan pemasukan sebesar 1 milyar. Artinya film tersebut mengalami kerugian sebesar 7 milyar.

Di sisi lain, film “Suster Ngesot” yang hanya menghabiskan biaya sebesar 3 Milyar Rupiah mampu menyedot hampir 800rb penonton, dan menghasilkan hampir 5 Milyar Rupiah (Hasuna Daylailatu, Tabloid Nova, 2008).

Hal itu membuat rumah produksi akan berpikir 2 kali ketika mereka hendak memproduksi film yang bergenre selain horror, terutama apabila memproduksi film yang idealis dan terkesan “berat”. Trend ini pun berlangsung di tahun-tahun mendatang. Pada tahun ini pun film-film horror yang beredar sudah mulai disisipi unsur seks, meskipun dengan porsi yang minim.

  • Analisis Data Penonton 2008
Pada tahun 2008, meskipun film-film bergenre horror masih marak beredar, akan tetapi terjadi sedikit perubahan pada selera penonton yang tercermin pada 10 film dengan penonton terbanyak pada tahun tersebut.

Meskipun data menyebutkan bahwa pada tahun tersebut film “Laskar Pelangi” dan “Ayat-Ayat Cinta” mendapatkan jumlah penonton terbanyak sepanjang sejarah perfilman Indonesia, namun masih terdapat film bergenre horror dalam daftar 10 besar tersebut.

Yang lebih lebih memprihatinkan adalah bahwa film-film horror yang beredar pada saat itu bukanlah sebuah film horror murni, melainkan horror berbau seks. Jika diteliti lebih dalam lagi, film-film yang mendominasi di tahun tersebut adalah film dengan genre Komedi Seks, atau biasa disebut dengan “Komedi Slapstick”.

Kedua fakta tersebut (Horror Seks dan Komedi Slapstick) membuat rumah produksi berpikir, apakah harus menyisipkan unsur-unsur seks agar bisa meraih penonton yang banyak...? 

  • Analisis Data Penonton 2009
Pada tahun 2009, terjadi sebuah perubahan trend film di Indonesia. Dalam 5 besar film dengan penonton terbanyak, tidak ada film dengan genre Komedi Slapstick ataupun Horror Seks.
Akan tetapi terjadi sebuah trend baru pada tahun ini, yaitu film yang diangkat berdasarkan sebuah novel. Hal ini bisa terjadi karena pemberitaan massal yang dilakukan oleh media massa terhadap buku atau novel tersebut yang menyebabkan film itu dikenal oleh masyarakat dan mereka pun tertarik, mungkin lebih tepatnya penasaran, dengan film tersebut.
Namun tak dapat dipungkiri, bahwa film dengan genre Komedi Slapstick dan Horror Seks masih terus diproduksi oleh rumah produksi, dikarenakan biaya yang minim dengan penonton yang tidak terlalu mengecewakan.

Dari data penonton terbanyak 2009 diatas, dapat dibuat sebuah pertanyaan, “Apakah film harus mengadaptasi dari sebuah novel atau buku agar film tersebut bisa sukses dipasaran?” Jika ya, hal tersebut akan membuat produksi film yang dibuat berdasarkan ide orisinil semakin sedikit tahun ke tahun. Dan hal tersebut tentu akan membuat kreatfiitas masyarakat Indonesia mengalami degradasi.

  • Analisis Data Penonton 2010
Di tahun 2010 ini, terjadi sebuah penurunan jumlah penonton yang sangat signifikan. Jika pada tahun 2008 terdapat sebuah film yang bisa meraih hingga 4 juta penontn, dan pada tahun 2009, terdapat 6 film yang berhasil meraih penonton diatas angka 1 juta, maka pada tahun ini hanya ada satu buah film yang berhasil meraih penonton diatas 1 juta, yaitu Sang Pencerah.
Terdapat dua asumsi yang bisa diambil dari data-data tersebut, yaitu pada tahun ini film-film luar negeri lebih banyak mengeluarkan film-film yang berkualitas (contoh : Harry Potter and The Deathly Hallow part 1), atau pada tahun ini rumah produksi di Indonesia memang memproduksi film-film dengan kualitas yang tidak sesuai?
Jika bertanya masalah kualitas, tahun ini saya mengingat bahwa ada beberapa film yang mempunyai kualitas sangat baik dan juga mengedepankan aspek moralitas maupun pesan yang baik, seperti “Alangkah Lucunya (Negeri Ini)” dan juga “Minggu Pagi di Victoria Park”. Namun pada kenyataannya kedua film tersebut tidak diapresiasi dengan baik oleh masyarakat Indonesia, Alangkah Lucunya (Negeri Ini) hanya meraih hampir 400 ribu penonton, sedangkan Minggu Pagi di Victoria Park hanya mendapatkan sekitar 100 ribu penonton.
Satu hal yang masih terbaca dalam data tersebut, film dengan genre Komedi Slapstick dan juga Horror Seks masih saja diapresiasi lebih oleh penonton di Indonesia. Film-film dengan genre Komedi Slapstick dan Horror Seks masih banyak beredar di belantara dunia perfilman di Indonesia.

­  Analisis Data Penonton 2007-2010

Dalam rentang tahun 2007 hingga 2010, film-film bergenre Komedi Slapstick dan Horror Seks memang amat mendominasi raihan penonton, namun bukan berarti apabila kita memproduksi film selain dua genre diatas maka tidak akan mendapatkan jumlah penonton yang bagus, terbukti dengan tingginya raihan penonton yang didapat oleh film dengan genre selain Horror Seks dan Komedi Slapstick.


  • KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat berdasarkan penelitian ini adalah :

1.     Sejak tahun 2007 hingga 2010, film-film dengan genre Komedi Slapstick dan Komedi Horror lebih banyak beredar dibandingkan film dengan genre lain.
2.    Dalam rentang tahun 2007 hingga 2010, film-film dengan genre Komedi Slapstick dan Komedi Horror lebih diapresiasi oleh masyarakat dibandingakan film bergenre lain.
3.    Film yang diadaptasi dari sebuah novel cenderung menarik minat dan perhatian dari masyarakat Indonesia, terutama apabila novel tersebut adalah sebuah novel best seller.
4.    Film-film dengan genre Komedi Slapstick dan Horror Seks memang terlihat mendominasi rentang tahun 2007-2010, namun banyaknya peredaran film-film tersebut di masyarakat bukanlah sebuah hal yang baik untuk membentuk sebuah mental masyarakat yang maju dan berakhlak ketimuran seperti Indonesia.
  • SESI PERTANYAAN

1.  Question :APAKAH FILM YANG DI ADAPTASI DARI NOVEL TINGKAT KE ORIGINALITASANNYA BERKURANG ?
Answer :Ya, film yang di adaptasi dari novel memang tingkat ke originalitasannya berkurang karena ide awalnya hanya sebuah buku bukan sebuah film layar lebar.

2.    Question :DARI DATA PENONTON TAHUN 2007, DIKETAHUI BAHWA FILM YANG BERGENRE HOROR SANGAT BANYAK, DARI 10 FILM TERDAPAT 7 FILM HOROR,YANG MENJADI PERTANYAAN,APA PENYEBANYA ?
Answer :pada thn 2007 memang terdapat banyak film bergenre horor, ada banyak faktor yang menyebabkan itu terjadi salah satunya adalah film dengan genre horor sangat diminati oleh masyarakat Indonesia hal itu dapat dibuktikan dengan data penonton thn 2007.

Sumber Gambar :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar