Rabu, 21 Maret 2012

Ilmu Komunikasi_Visualis


“ PENGERTIAN KOMUNIKASI KELOMPOK “


Gamb : Komunikasi Massa Dalam Organisasi


Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok.





Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.


  • Kelompok primer dan sekunder.


Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.


Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:

1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.
3. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok primer adalah sebaliknya.
4. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.
5.   Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.


   Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.

Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.

Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif. Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya, sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara memandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya kelompok rujukan saya. 

Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi kelompok keanggotaan saya. Apapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi.

Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif


A.   Komunikasi Kelompok Deskriptif.

Dalam komunikasi kelompok deskriptifdeskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: 

     kelompok tugas 
     kelompok pertemuan dan 
     kelompok penyadar.

Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak.


B.   Komunikasi Kelompok Preskriptif.

Dalam komunikasi kelompok preskriptif akan dijelaskan bagaimana suatu kelompok dapat menyelesaikan suatu persoalan, menyelesaikan tugas, menyampaikan gagasan, dan hal-hal lain yang dapat dikomunikasikan antara sejumlah orang yang terlibat dalam kelompok tersebut. Berikut ini adalah format yang biasa dilakukan pada komunikasi kelompok perspektif, antara lain :

1.    Diskusi meja bundar adalah format berdiskusi dengan cara melingkar dimana tidak ada seorang moderator yang ditunjuk secara khusus.

2.    Diskusi panel adalah format khusus yang anggota-anggota kelompoknya berinteraksi, baik berhadap-hadapan maupun melalui seorang mediator, di antara mereka sendiri dan dengan hadirin, tentang masalah yangcontroversial.

3.    Simposium adalah serangkaian pidato pendek yang menyajikan berbagai aspek dari sebuah topik atau posisi yang pro dan kontra terhadap masalah yang controversial, dalam format diskusi yang sudah direncanakan sebelumnya.

4.    Forum ceramah adalah format diskusi yang dilakukan terutama sekali untuk saling berbagi informasi.

5.    Kolokium adalah sejenis format diskusi yang memberikan kesempatan pada wakil-wakil khalayak untuk mengajukan pertanyaan yang sudah dipersiapkan kepada seorang (atau beberapa orang) ahli.


6.    Prosedur parlementer adalah format diskusi yang secara ketat mengatur peserta diskusi yang besar pada periode waktu yang tertentu ketika sejumlah keputusan harus dibuat.



Teori-Teori Komunikasi Kelompok

1.    Teori Perbandingan Sosial (Social Comoarison Theory)

Teori perbandingan sosial adalah suatu teori yang pertama kali dikemukakan oleh psikolog sosial Leon Festinger pada tahun 1954. Ini menjelaskan bagaimana individu mengevaluasi pendapat mereka sendiri dan keinginan dengan membandingkan diri pada orang lain.

Sebagai manusia selalu membandingan antara kita dengan orang lain atau kelompok kita dengan kelompok lain dan ternyata tindak komunikasi dalam kelompok karena adanya kebutuhan-kebutuhan individu untuk membandingkan yang mereka semua miliki seperti, sikap, pendapat, kemampuan, status sosial, kepribadian, kecantikan dll.

Teori atau pendekatan perbandingan sosial mengemukakan bahwa tindak komunikasi dalam kelompok berlangsung karena adanya kebutuhan-kebutuhan dari individu untuk membandingkan sikap, pendapat dan kemampuannya dengan individu-individu lainnya. Pada pandangan teori perbandingan sosial ini, tekanan seseorang untuk berkomunikasi dengan anggota kelompok lainnya akan mengalami peningkatan jika muncul ketidak setujuan yang berkaitan dngan suatu kejadian atau peristiwa, kalau tingkat kepentingannya peristiwa tersebut meningkat dan apabila hubungan dalam kelompok (group cohesivenes) juga menunjukkan peningkatan.

          Selain itu, setelah suatu keputusan kelompok dibuat, para anggota kelompok akan saling berkomunikasi untuk mendapatkan informasi yang mendukung atau membuat individu-individu dalam kelompok lebih merasa senang dengan keputusan yang dibuat tersebut.Teori perbandingan sosial ini diupayakan untuk dapat menjelaskan bagaimana tindak komunikasi dari para anggota kelompok mengalami peningkatan atau penuruanan.
       Dalam masyarakat yang terstruktur dalam stratifikasi yang ketat, kelompok dominan dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk memaksakan ideologi yang menjustifikasi praktek diskriminasi untuk mempertahankan posisi menguntungkan mereka dalam kelompok sosial. Hal ini membuat kelompok dominan berprasangka terhadap pihak-pihak yang dinilai bisa menggoyahkan kepercayaan mereka. Sementara itu kelompok yang didominasi pun berprasangka terhadap kelompok dominan karena kecemasan akan dieksploitasi.

2.    Teori Kepribadian Kelompok (Group Syntality Theory)

     Teori Sintalitas Kelompok merupakan perwujudan dari proses komunikasi dari suatu kelompok. Teori ini dikembangkan oleh Cattell pada tahun 1948. Cattell berpendapat bahwa untuk dapat membuat perkiraan-perkiraan ilmiah yang tepat, segala sesuatu harus dapat diuraikan, diukur, dan diklasifikasikan dengan tepat dan cermat. Dalam teori sintalitas ini, Cattell menjelaskan bahwa dalam suatu kelompok haruslah memiliki kepribadian yang dapat dipelajari. Dengan alasan ini, Cattell dengan teorinya dikatakan sebagai pengembang Psikologi yang dinamakan Psikologi Kepribadian Kelompok.

      Asumsi dasar dari teori ini merupakan asal kata dari sintalitas (syntality). Sintalitas adalah kepribadian yang khusus digunakan untuk mempelajari cara menguraikan dan mengukur sifat-sifat dan perilaku kelompok. Dasar-dasar pendapat yang dikemukakan oleh Cattell dipengaruhi oleh pandangan McDougall (1920) tentang kelompok, yaitu :

  -Perilaku dan struktur yang khas dari suatu kelompok akan tetap ada walaupunm anggota-anggotanya berganti.Pengalaman-pengalaman kelompok direkam dalam ingatan.
  -Kelompok menunjukkan adanya dorongan-dorongan. 
  -Kelompok mampu berespons secara keseluruhan terhadap suatu rangsang yang             tertuju pada salah satu bagiannya.
  -Kelompok menunjukkan emosi yang bervariasi.
  -Kelompok menunjukkan adanya pertimbangan-pertimbangan kolektif.

Cattell berpendapat bahwa setidaknya dalam suatu kelompok membutuhkan tiga panel, yang terdiri atas :
-sifat-sifat sintalitas yaitu pengaruh dari  kelompok sebagai keseluruhan, baik terhadap
  kelompok lain maupun terhadap lingkungan
-sifat-sifat struktur kelompok yaitu hubungan yang tercipta antara anggota kelompok, perilaku-
  perilaku dalam kelompok, dan pola organisasi kelompok
-sifat-sifat populasi yaitu sifat rata-rata dari anggota-anggota kelompok.
Teori kepribadian kelompok merupakan studi mengenai interaksi kelompok pada basis dimensi kelompok dan dinamika kepribadian. Dimensi kelompok merujuk pada ciri-ciri populasi atau karakteristik individu seperti umur, kecendikiawanan (intelligence); sementara ciri-ciri kepribadian atau efek yang memungkinkan kelompok bertindak sebagai satu keseluruhan, merujuk pada peran-peran spesifik, klik, dan posisi status.

pada basis dimensi kelompok dan dinamika kepribadian. Dimensi kelompok merujuk pada cirri-ciri populasi atau karakteristik individu seperti umur, kecendekiawanan (intelligence), sementara cirri-ciri kepribadian atau suatu efek yang memungkinkan kelompok bertindak sebagai satu keseluruhan, merujuk pada peran-peran spesifik, dan posisi status. Dinamika kepribadian diukur oleh apa yang disebut dengan synergy, yaitu tingkat atau derajat energi dari setiap individu yang dibawa dalam kelompok untuk digunakan dalam melaksanakan tujuan-tujuan kelompok. Banyak dari synergy atau energi kelompok harus dicurahkan ke arah pemeliharaan keselarasan dan keterpaduan kelompok


3.    Teori Percakapan Kelompok (Group Achievement Theory)
Teori percakapan kelompok ini sangat berkaitan dengan produktivitas kelompok atau upaya-upaya untuk mencapainya melalui pemeriksaaan masukan dari anggota (member input), variable-variabel perantara (mediating variables), dan keluaran dari kelompok (group output). Masukan atau input yang berasal dari anggota kelompok dapat diidentifikasikan sebagai perilaku, interkasi dan harapan-harapan (expectation) yang bersifat individual. Sedangkan variable-variabel perantara merujuk pada struktur-struktur formal dan struktur peran dari kelompok seperti status, norma, dan tujuan-tujuan kelompok. Yang dimaksud dengan output kelompok adalah pencapaian atau prestasi dari tugas atau tujuan kelompok.
Produktivitas dari suatu kelompok dapat dijelaskan melalui konsekuensi perilaku, interaksi dan harapan-harapan melalui struktur kelompok. Dengan kata lain, perilaku, interaksi dan harapan-harapan (input variables) mengarah pada struktur formal dan struktur peran (mediating variables) sebaliknya variabel ini mengarah pada produktivitas, semangat dan keterpaduan (group achievement).

4.    Teori Pertukaran Sosial (Socual Exchange Theory)
Teori pertukaran sosial ini didasarkan pada pemikiran bahwa seseorang dapat mencapai satu pengertian mengenai sifat kompleks dari kelompok dengan mengkaji hubungan di antara dua orang (dydic relationship). Suatu kelompok dipertimbangkan untuk kumpulan dari hubungan antara dua partisipan tersebut.
Perumusan tersebut mengasumsikan bahwa interaksi menusia melibatkan pertukaran barang dan jasa, dan bahwa biaya (cost) dan imbalan (reward) dipahami dalam situasi yang akan disajikan untuk mendapatkan respon dari individu-individu selama interaksi sosial.
Jika imbalan dirasakan tidak cukup atau lebih banyak dari biaya, maka interaksi kelompok akan diakhiri atau individu-individu yang terlibat akan mengubah perilaku mereka untuk melindungi imbalan apa pun yang mereka cari. Pendekatan pertukaran sosial ini penting karena berusaha menjelaskan fenomena kelompok dalam lingkup konsep-konsep ekonomi dan perilaku mengenai biaya dan imbalan.


Teori Pemikiran Kelompok (Groupthink Theory)   
Teori groupthink dikembangkan oleh Irvin L. Janis dan teman-temannya yang diangkat dari sebuah pengujian secara mendetil mengenai efektifitas pengambilan keputusan dalam kelompok. Penekanan pemikiran kritis, Janis menunjukkan suatu kondisi yang membawa kepuasan kelompok yang tinggi namun hasil yang tidak efektif.

Janis menggunakan istilah groupthink untuk menunjukkan suatu mode berpikir sekelompok orang yang sifatnya kohesif (terpadu) ketika usaha-usaha keras yang dilakukan anggota-anggota kelompok untuk mencapai kata mufakat telah mengesampingkan motivasinya untuk menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis. Dari sinilah groupthink didefinisikan sebagai suatu situasi dalam proses pengambilan keputusan yang menunjukkan tumbuhnya kemerosotan efisiensi mental, pengujian realitas, dan penilaian moral yang disebabkan oleh tekanan-tekanan kelompok.

Groupthink didefinisikan sebagai suatu cara pertimbangan yang digunakan anggota kelompok ketika keinginan mereka akan kesepakatan melampaui motivasi mereka dalam menilai semua rencana tindakan yang ada. Kesepakatan antar anggota kelompok atau kesepakatan kelompok dalam keinginan mereka akan kekompakan dan kesepakatan serta mencapai sebuah tujuan atau keputusan lebih besar motivasinya dibandingkan menilai akan kebenaran keputusan tersebut terhadap moral dan etis kelompok yang berlaku.
Irving Janis berpendapat bahwa anggota-anggota kelompok seringkali terlibat di dalam sebuah gaya pertimbangan dimana sebuah kebutuhan semua orang untuk sepakat lebih berat dibandingkan akal sehat. Yaitu seperti jika kita di dalam sebuah kelompok, biasanya kita hanya berkeinginan untuk mencapai suatu tujuan itu lebih penting, dibanding menghasilkan solusi pemecahan masalah yang masuk akal.

Dalam hal teori groupthink ini, dapat ditemukan pada keputusan Presiden SBY menonaktifkan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Keputusan Presiden SBY ini merupakan keputusan kelompok, dimana SBY sebagai pengambil keputusan tertinggi, tidak bisa melepaskan pengaruh kelompok lingkarannya dan juga Partai Demokrat. Terlepas keputusan ini adalah juga hasil dari tekanan kelompok diluar Partai Demokrat, seperti Partai Golkar, menyusul kasus Bail Out bank century yang kuat sekali tekanan politik terhadap posisi politik Presiden SBY sendiri.

1. Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan kohesivitas
    tinggi.
2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang terpadu.
3. Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok seringkali bersifat
    kompleks.

Dalam penelitiannya, Janis menemukan pemikiran kelompok dapat menimbulkan sesuatu yang negatif karena:


Sumber Gambar :

Ilmu Komunikasi




Resume  Presentasi Seminar Media
Judul : Selera Penonton Dalam Mempengaruhi Trend Film Layar Lebar di Indonesia.


Gamb : Deskripsi Aksi Tokoh 


     LATAR BELAKANG PENELITIAN

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang dikenal secara umum oleh masyarakat. Film adalah bentuk komunikasi massa elektronik yang berupa media audio visual yang merupakan penemuan teknologi baru yang muncul pada akhir abad sembilan belas. "Film ini berperan sebagai sarana yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum" (McQuail, 1987, p. 13). 

Menurut McQuail kehadiran film merupakan respon penemuan waktu luang di luar jam kerja dan jawaban terhadap kebutuhan menikmati waktu luang secara hemat dan sehat bagi seluruh anggota keluarga. Film sebagai media massa memiliki kelebihan antara lain dalam hal jangkauan, realisme, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat. "Film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan  (message) di baliknya" (Sobur, 2004, p. 127). Dikatakan juga bahwa film merupakan penyajian kembali potret kehidupan yang ada dalam masyarakat.


Fenomena yang diangkat dalam film berdasarkan kenyataan masyarakat di tempat film itu dibuat (Sobur, 2004). Jadi sebuah film merupakan bagian yang cukup penting dalam media massa untuk menyampaikan suatu pesan.
Produksi Film Indonesia mengalami pasangsurut dari tahun ke tahun. Sejak krisis ekonomi pada akhir tahun 1997 dan awal 1998, produksi film Indonesia mengalami penurunan. Namun sejak tahun 2002 industri film mulai kembali bergeliat. Jika dilihat dari data tersebut di bawah ini, mulai tahun 2002 jumlah produksi film naik menjadi 9 buah atau naik 5 buah dari tahun sebelumnya. Angka produksi tersebut terus naik hingga pada tahun 2005 dan 2006 menjadi 33 buah. Kemudian pada tahun 2007 dan 2008 masih mengalami kenaikan masing-masing 53 buah dan 75 buah (Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan, Depbudpar 2009).


Berbagai macam genre film pun bermunculan di tengah-tengah dunia perfilman di Indonesia. Hal itu menjadi sebuah hal yang positif, karena penonton pun mendapat kebebasan dalam menentukan film yang hendak mereka nikmati. Selain itu hal tersebut menjadi bukti bahwa sineas-sineas di Indonesia semakin kreatif dalam membuat sebuah film.
Namun dari berbagai macam genre yang bermunculan, hanya beberapa saja yang tetap dipertahankan oleh rumah produksi di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan perubahan trend yang terjadi di Indonesia. Jika dalam dunia pertelevisian rating menjadi sebuah acuan diterima dan tidak diterimanya sebuah acara, maka dalam film jumlah penontonlah yang menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah film.


Ironisnya, trend perubahan tersebut cenderung negatif. Yaitu dengan berlomba-lombanya rumah produksi memproduksi sebuah film dengan tema yang sama dengan film yang diproduksi oleh kompetitornya. Terlebih lagi trend film tersebut lebih kepada film dengan genre yang tidak mendidik dan mengandung unsur pornografi sehingga bisa merusak moral dan pikiran dari bangsa Indonesia terutama generasi muda.

Oleh karena itu, kami sebagai peneliti ingin mencari tahu bagaimana sebenarnya selera penonton dapat mempengaruhi trend film layar lebar di Indonesia, terutama kurun waktu 2007 hingga 2010 dimana produksi film lebih dari 50 pertahunnya.
  
  PERUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah Selera Penonton dalam Memengaruhi Trend Film Layar Lebar di Indonesia (Periode 2007-2010)?”

  TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana selera penonton dalam memengaruhi trend film layar lebar di Indonesia, yang dilihat berdasarkan jumlah penonton.
  
ISI PENELITIAN
Data Penonton 2007
No
Judul
Penonton
1
 1.400.000
2
1.300.000
3
 1.200.000
4
1.000.000
5
 900.000
6
 800.000
7
 650.000
8
600.000
9
550.000
10
550.000

Data Penonton 2008
No
Judul
Penonton
1
Laskar Pelangi
4.606.785
2
Ayat-ayat Cinta
3.581.947
    3
Tali Pocong Perawan
1.082.081
    4
XL : Extra Large
994.563
    5
The Tarix Jabrix
903.603
    6
Hantu Ambulance
862.193
    7
D.O (Drop Out)
781.093
    8
Otomatis Romantis
713.400
    9
Kutunggu Jandamu
700.000
   10
Cinlok
659.000

Data Penonton 2009
No
Judul
Penonton
   1
2.400.000
   2
1.742.242
   3
1.400.000
   4
1.371.131
   5
1.187.309
   6
1.060.058
   7
840.880
   8
793.277
   9
700.000
   10
611.572

Data Penonton 2010
No
Judul
Penonton
1
1.108.600
2
512.973
3
447.453
4
418.347
5
407.426
6
402.969
7
401.649
8
392.625
9
383.236
10
379.258


Data Penonton 2007-2010
No
Judul
Penonton
1
4.606.785
2
3.581.947
3
2.400.000
4
1.742.242
5
1.400.000
6
1.400.000
7
1.371.131
8
1.300.000
9
1.200.000
10
1.187.309


Analisis Data Penonton


  • Analisis Data Penonton 2007
Pada tahun 2007, 10 besar film yang mendapatkan penonton terbesar didominasi oleh film bergenre horror. Meskipun pada daftar yang ada Get Married dan Nagabonar Jadi 2 memuncaki daftar yang ada, namun tidak bisa dipungkiri lagi bahwa genre horror menguasai pasar film yang beredar pada tahun tersebut.


Hal tersebut dikarenakan film horror memiliki budget yang minim dibandingkan film bergenre action ataupun drama. Oleh karena itu, berbagai rumah produksi berlomba untuk membuat film bergenre tersebut. Dengan budget yang minim dan pendapatan yang lumayan, film horror sangat menjanjikan keuntungan yang besar.

Ironis sekali dengan film lain non-horror. Sebagai contoh, film “Kala” yang tahun itu juga beredar, mempunyai budget sebesar 8 milyar ternyata hanya meraih penonton sebanyak 70rb dengan pemasukan sebesar 1 milyar. Artinya film tersebut mengalami kerugian sebesar 7 milyar.

Di sisi lain, film “Suster Ngesot” yang hanya menghabiskan biaya sebesar 3 Milyar Rupiah mampu menyedot hampir 800rb penonton, dan menghasilkan hampir 5 Milyar Rupiah (Hasuna Daylailatu, Tabloid Nova, 2008).

Hal itu membuat rumah produksi akan berpikir 2 kali ketika mereka hendak memproduksi film yang bergenre selain horror, terutama apabila memproduksi film yang idealis dan terkesan “berat”. Trend ini pun berlangsung di tahun-tahun mendatang. Pada tahun ini pun film-film horror yang beredar sudah mulai disisipi unsur seks, meskipun dengan porsi yang minim.

  • Analisis Data Penonton 2008
Pada tahun 2008, meskipun film-film bergenre horror masih marak beredar, akan tetapi terjadi sedikit perubahan pada selera penonton yang tercermin pada 10 film dengan penonton terbanyak pada tahun tersebut.

Meskipun data menyebutkan bahwa pada tahun tersebut film “Laskar Pelangi” dan “Ayat-Ayat Cinta” mendapatkan jumlah penonton terbanyak sepanjang sejarah perfilman Indonesia, namun masih terdapat film bergenre horror dalam daftar 10 besar tersebut.

Yang lebih lebih memprihatinkan adalah bahwa film-film horror yang beredar pada saat itu bukanlah sebuah film horror murni, melainkan horror berbau seks. Jika diteliti lebih dalam lagi, film-film yang mendominasi di tahun tersebut adalah film dengan genre Komedi Seks, atau biasa disebut dengan “Komedi Slapstick”.

Kedua fakta tersebut (Horror Seks dan Komedi Slapstick) membuat rumah produksi berpikir, apakah harus menyisipkan unsur-unsur seks agar bisa meraih penonton yang banyak...? 

  • Analisis Data Penonton 2009
Pada tahun 2009, terjadi sebuah perubahan trend film di Indonesia. Dalam 5 besar film dengan penonton terbanyak, tidak ada film dengan genre Komedi Slapstick ataupun Horror Seks.
Akan tetapi terjadi sebuah trend baru pada tahun ini, yaitu film yang diangkat berdasarkan sebuah novel. Hal ini bisa terjadi karena pemberitaan massal yang dilakukan oleh media massa terhadap buku atau novel tersebut yang menyebabkan film itu dikenal oleh masyarakat dan mereka pun tertarik, mungkin lebih tepatnya penasaran, dengan film tersebut.
Namun tak dapat dipungkiri, bahwa film dengan genre Komedi Slapstick dan Horror Seks masih terus diproduksi oleh rumah produksi, dikarenakan biaya yang minim dengan penonton yang tidak terlalu mengecewakan.

Dari data penonton terbanyak 2009 diatas, dapat dibuat sebuah pertanyaan, “Apakah film harus mengadaptasi dari sebuah novel atau buku agar film tersebut bisa sukses dipasaran?” Jika ya, hal tersebut akan membuat produksi film yang dibuat berdasarkan ide orisinil semakin sedikit tahun ke tahun. Dan hal tersebut tentu akan membuat kreatfiitas masyarakat Indonesia mengalami degradasi.

  • Analisis Data Penonton 2010
Di tahun 2010 ini, terjadi sebuah penurunan jumlah penonton yang sangat signifikan. Jika pada tahun 2008 terdapat sebuah film yang bisa meraih hingga 4 juta penontn, dan pada tahun 2009, terdapat 6 film yang berhasil meraih penonton diatas angka 1 juta, maka pada tahun ini hanya ada satu buah film yang berhasil meraih penonton diatas 1 juta, yaitu Sang Pencerah.
Terdapat dua asumsi yang bisa diambil dari data-data tersebut, yaitu pada tahun ini film-film luar negeri lebih banyak mengeluarkan film-film yang berkualitas (contoh : Harry Potter and The Deathly Hallow part 1), atau pada tahun ini rumah produksi di Indonesia memang memproduksi film-film dengan kualitas yang tidak sesuai?
Jika bertanya masalah kualitas, tahun ini saya mengingat bahwa ada beberapa film yang mempunyai kualitas sangat baik dan juga mengedepankan aspek moralitas maupun pesan yang baik, seperti “Alangkah Lucunya (Negeri Ini)” dan juga “Minggu Pagi di Victoria Park”. Namun pada kenyataannya kedua film tersebut tidak diapresiasi dengan baik oleh masyarakat Indonesia, Alangkah Lucunya (Negeri Ini) hanya meraih hampir 400 ribu penonton, sedangkan Minggu Pagi di Victoria Park hanya mendapatkan sekitar 100 ribu penonton.
Satu hal yang masih terbaca dalam data tersebut, film dengan genre Komedi Slapstick dan juga Horror Seks masih saja diapresiasi lebih oleh penonton di Indonesia. Film-film dengan genre Komedi Slapstick dan Horror Seks masih banyak beredar di belantara dunia perfilman di Indonesia.

­  Analisis Data Penonton 2007-2010

Dalam rentang tahun 2007 hingga 2010, film-film bergenre Komedi Slapstick dan Horror Seks memang amat mendominasi raihan penonton, namun bukan berarti apabila kita memproduksi film selain dua genre diatas maka tidak akan mendapatkan jumlah penonton yang bagus, terbukti dengan tingginya raihan penonton yang didapat oleh film dengan genre selain Horror Seks dan Komedi Slapstick.


  • KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat berdasarkan penelitian ini adalah :

1.     Sejak tahun 2007 hingga 2010, film-film dengan genre Komedi Slapstick dan Komedi Horror lebih banyak beredar dibandingkan film dengan genre lain.
2.    Dalam rentang tahun 2007 hingga 2010, film-film dengan genre Komedi Slapstick dan Komedi Horror lebih diapresiasi oleh masyarakat dibandingakan film bergenre lain.
3.    Film yang diadaptasi dari sebuah novel cenderung menarik minat dan perhatian dari masyarakat Indonesia, terutama apabila novel tersebut adalah sebuah novel best seller.
4.    Film-film dengan genre Komedi Slapstick dan Horror Seks memang terlihat mendominasi rentang tahun 2007-2010, namun banyaknya peredaran film-film tersebut di masyarakat bukanlah sebuah hal yang baik untuk membentuk sebuah mental masyarakat yang maju dan berakhlak ketimuran seperti Indonesia.
  • SESI PERTANYAAN

1.  Question :APAKAH FILM YANG DI ADAPTASI DARI NOVEL TINGKAT KE ORIGINALITASANNYA BERKURANG ?
Answer :Ya, film yang di adaptasi dari novel memang tingkat ke originalitasannya berkurang karena ide awalnya hanya sebuah buku bukan sebuah film layar lebar.

2.    Question :DARI DATA PENONTON TAHUN 2007, DIKETAHUI BAHWA FILM YANG BERGENRE HOROR SANGAT BANYAK, DARI 10 FILM TERDAPAT 7 FILM HOROR,YANG MENJADI PERTANYAAN,APA PENYEBANYA ?
Answer :pada thn 2007 memang terdapat banyak film bergenre horor, ada banyak faktor yang menyebabkan itu terjadi salah satunya adalah film dengan genre horor sangat diminati oleh masyarakat Indonesia hal itu dapat dibuktikan dengan data penonton thn 2007.

Sumber Gambar :